01 September 2009

Solopos Mohon Hati-hati dengan Pemilihan Kata

Oleh: Endang Listiani, SS. (Manager Institusi SPEK-HAM Surakarta)

1.Topik : Kekerasan terhadap anak perempuan (pencabulan)
2. Judul Berita : Dibekuk, Pelaku Pencabulan Anak Di Bawah Umur
3. Nama Koran : Solopos, Jumat, 7 Agustus 2009
4. Halaman : 8 (posisi non headline)

Point-point hasil pengkritisan:
-Berita ini dianggap tidak penting, karena diletakkkan pada halaman 8 dan bukan headline. Solopos menganggap bahwa berita kekerasan terhadap anak berbasis gender (pencabulan anak) seperti ini sudah menjadi hal biasa yang tidak perlu ditonjolkan.

-Ada pemilihan kata yang kurang tepat "gadis di bawah umur" sebaiknya "anak dibawah umur" "gadis" lebih cocok buat remaja (usia di atas 18 tahun) yang belum menikah. Hal ini kami nilai tidak berperspektif perlindungan anak. Dengan kata anak (harus ada pemakluman / perlindungan sesuai UU PA), sedangkan gadis tidak termaktub dalam UU PA yang bisa mengurangi arahan upaya-upaya perlindungan.
-Kapolres Boyolali ………dalam laporannya, korban mengaku dipaksa saat kali pertama dicabuli tersangka. Dari kalimat ini mengatakan seolah-olah saat kejadian kedua sampai keempat kali korban melakukannya dengan senang hati (tidak perlu dipaksa, hanya saat pertama kali saja korban dipakasa).
-Korban pun luluh dan kembali dicabuli tersangka. Kalimat ini sama saja menekankan bahwa perbuatan pencabulan itu dilakukan atas persetujuan korban (korban luluh), tidak ada unsur pemaksaan dari pelaku.
-"Setahun itu saya tidak melakukan (pencabulan) karena istri ada di rumah, tidak ada kesempatan,” papar tersangka. Kalimat ini seolah-olah menunjukkan bahwa pihak yang harus disalahkan sebagai penyebab terjadinya pencabulan adalah perempuan/istrinya yang tidak ada di rumah, kalau istri ada dirumah mungkin tidak akan terjadi pencabulan. Pemberitaan tidak menekankan bahwa sebenarnya penyebab dari pencabulan adalah moral pelaku yang memang sudah tidak baik.
-Media massa tidak mencoba memberi wacana kepada pembaca untuk menekankan bahwa kasus ini merupakan kasus anak, ada atau tidaknya unsur paksaan, anak sebagai korban tetap harus menjadi pihak yang dilindungi (persetujuan korban tidak relevan).
-Media hanya mewawancai polisi dan tersangka, hal ini merupakan kebiasaan jelek media massa yang perlu dikritisi. Media massa kecenderungannya hanya memberi ruang kepada pihak-pihak yang sesuai kepentingnya saja (polisi). Media massa tidak memberi ruang kepada pihak korban (korban itu sendiri/keluarganya/pendamping korban/lawyer) untuk mengangkat suara mereka agar output pemberitaannya pun lebih berpihak pada korban. Tapi karena media massa tidak mewawancarai korban, maka mana mungkin media massa bisa mewakili kepentingan korban. Sering ketika media massa mewawancarai korbanpun, pemberitaan yang keluar adalah hal-hal yang masih mengalahkan/memojokkan korban.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima Kasih Atas Komentarnya Ya :)