03 September 2009

Suara Merdeka Agar Lebih Seimbang

Oleh : Ajeng Chitramianti (Praktisi Psikologi Yayasan kakak)


1. Topik: Anak Jalanan
2. Judul Berita : Pengemis Masih Berkeliaran di Jalan Protokol
3. Nama Koran: Suara Merdeka (Metro Solo). Rabu, 2 September 2009
4. Halaman: Metro Solo kolom D (non headline)

Point-point hasil pengkritisan:
- Pemberitaan di dalam media ini menyoroti betapa kota Solo memiliki tingkat pengemis dan anak jalanan yang sangat tinggi. Amat sangat disayangkan karena tentunya ini menyangkut nama baik atau imaje kota Solo itu sendiri.
- MUI mengeluarkan fatwa haram mengemis serta meningkatnya jumlah pengemis/anak jalanan di Solo, menjadi sebuah informasi yang sangat kurang sinergis dengan tindakan pemerintah kota yang kurang ada upaya menangani pengemis serta anak jalanan di kota Solo. Hal ini seyogyanya bisa digali lebih dalam oleh media agar lebih dapat mencari berita atau informasi yang kompatibel antara kondisi yang sebenarnya terjadi, program yang di rencanakan oleh pemerintah, fatwa yang dikeluarkan oleh MUI beserta orientasi otentiknya, dan upaya yang telah dilakukan oleh pemkot Solo sendiri dalam menangani pengemis dan anak jalanan, bisa dari segi kegagalan maupun rencana yang telah diaplikasikan secara konkret. Orientasi tersebut dilakukan untuk melakukan evaluasi bahwa sebenarnya pengemis dan anak jalanan di kota solo sebenarnya bisa ditanggulangi tentunya atas kerja sama pemkot, media, maupun pihak-pihak terkait.
- Media juga mengklaim pernyataan betapa aktivitas pengemis dan anak jalanan di Kota Solo dianggap mengganggu para pengguna jalan maupun rumah-rumah warga tanpa melakukan eksplorasi atau wawancara lebih detail mengenai kondisi pengemis serta anak jalanan itu sendiri.

Tanggapan Ekspert Media LeSPI (Triyono Lukmantoro) :
Saya hanya akan memberikan tambahan penekanan yang secara eksplisit sudah diuraikan dengan baik oleh Ajeng, yaitu:

  1. Media (Suara Merdeka) menunjukkan sikap elitis, karena hanya narasumber yang dianggap diuntungkan oleh fatwa MUI saja yang disoroti. Mereka adalah pengguna jalan, seorang warga, dan pemerintah (yang memiliki otoritas untuk melakukan razia).
  2. Dengan demikian, berita ini tidak menunjukkan cover both side (meliput dua sisi).
  3. Banyak bagian dari berita ini yang memberikan evaluasi (penilaian) buruk terhadap pengemis hanya dari perspektif fatwa MUI.
  4. Suara Merdeka tidak berupaya menelusuri mengapa ada anak-anak atau orang tua yang mengemis. Apakah mereka mengemis karena ketidakmampuan ataukah karena mengemis telah menjadi pekerjaan? Padahal, bukankah salah satu narasumber dalam berita itu ingin mengetahui persoalan ini? Keingintahuan narasumber itu sebenarnya juga menjadi pertanyaan banyak orang, termasuk saya di dalamnya.
  5. Mengapa Suara Merdeka justru tidak bersikap kritis terhadap fatwa MUI? Apakah fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga ini menjadi rezim kebenaran yang tidak bisa disangkal kesahihannya?
  6. Akhirnya, inilah bukti bahwa media massa menjadi tandem (pasangan) yang sempurna bagi lembaga-lembaga sosial dan politik yang berkekuatan untuk menjaga kemapanan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima Kasih Atas Komentarnya Ya :)