07 Maret 2011

Pasif, Tak Jelas, Lepas Tanggung Jawab


Topik: Umum/Perempuan

Media: Suara Merdeka – Nasional

Judul: Tewas, Terjun Bebas dari Lantai Empat SGM

Hari/Tanggal: Kamis, 3 Maret 2011

Posisi: Hlm 12, kolom 5-8, tengah, headline

Budi Maryono

http://facebook.com/massakerah


DALAM workshop di Ruang Sidang Suara Merdeka, 25 Maret 2007, Anto Prabowo yang kini menjadi direktur Lembaga Studi Pers & Informasi menyatakan bahwa bahan baku karya jurnalistik adalah fakta. Makin jauh dari fakta, makin banyak kandungan praduga atau bahkan prasangka, berita akan menyerupai ”sampah” belaka. Hari-hari ini ”sampah” itu masih ada dan nampak karena kebiasaan wartawan/media menggunakan bentuk kata pasif seperti diduga, disebut, dinyatakan, dan dikabarkan tanpa subyek.

Mari kita baca berita berjudul ”Tewas, Terjun Bebas dari Lantai Empat SGM” dengan fakta kejadian: seorang perempuan terjun dari lantai empat Solo Grand Mall (SGM) dan meninggal. Pertanyaan standar yang muncul di benak kita saat membaca judul berita itu adalah ”siapa dia, berapa umurnya, tinggal di mana, kenapa melompat dari lantai empat”. Alih-alih memberikan jawaban, wartawan malah menyuguhkan keserbatakjelasan!

Lead: Perempuan muda berusia sekitar 20 hingga 21 tahun tewas mengenaskan. Dia terjun bebas dari lantai empat areal Solo Grand Mall (SGM), Rabu (2/3) petang. Jadi, berapa usia sebenarnya perempuan itu, 20 atau 21? Penggunaan kata ”sekitar” untuk rentang usia satu tahun, selain tak lazim, juga mengerutkan dahi pembaca. Usia perempuan itu 20 tahun 1 bulan, 2 bulan, 3 bulan, 4 bulan, 5 bulan.... 21 tahun 1 bulan, 2 bulan, 3 bulan, 4 bulan, 5 bulan...? Kalau memang terpaksa menggunakan kata ”sekitar”, bukankah cukup sekitar 20 tahun?

Mau lebih berkerut dahi? Baca alinea kedua: Kematian wanita muda yang disebut-sebut bernama Elisa Novita Sari, belum diketahui motifnya. Dia dinyatakan meninggal ketika dalam perjalanan menuju ke RS Kasih Ibu. Penggunaan kata ”disebut” saja sudah menunjukkan ketidakjelasan, apalagi ”disebut-sebut”. Sudah begitu, tanpa subyek (disebut oleh siapa). Benarkah perempuan itu bernama Elisa Novita Sari? Lha embuh!

Karena tanpa subyek, penggunaan kata (belum) ”diketahui” pada keterangan tentang motif dan ”dinyatakan” pada keterangan tentang meninggal, setali tiga uang, menyuguhkan ketidakjelasan. Tak jelas belum diketahui oleh siapa, tak jelas dinyatakan meninggal oleh siapa, sehingga tak jelas pula memang begitukah faktanya.

Pada alinea berikutnya, penggunaan bentuk kata pasif kian menjadi-jadi. Alinea ketiga: Selain para pengunjung SGM tidak ada yang mengenal, kedatangan perempuan naas bercelana jins biru dan sweater warna merah ke pusat perbelanjaan itu juga diyakini sendirian. Alinea keempat: Hingga semalam, belum ada keluarganya yang membesuk setelah perempuan yang dikabarkan tinggal di Bibis, Banjarsari, Solo itu divisum ke RSUD dr Moewardi, Solo. Alinea kelima: Berdasar informasi yang dihimpun di lokasi kejadian, korban dengan ciri rambut panjang sebahu itu juga disebut-sebut berasal dari Jakarta.

Lagi-lagi tak jelas, siapa yang meyakini perempuan itu sendirian? Dan bukankah sangat aneh, wartawan menulis ”fakta” perempuan itu datang ke mal sendirian hanya berdasarkan ”keyakinan”? Lalu, mestinya, wartawanlah yang mengabarkan kepada pembaca, di mana perempuan itu tinggal (berdasarkan KTP misalnya), bukan malah menulis ”dikabarkan tinggal di Bibis, Banjarsari...” Apalagi, kata dikabarkan itu dekat sekali dengan konon katanya alias desas-desus semata, tak beda jauh dari ”disebut-sebut” yang muncul lagi pada keterangan soal kota asal perempuan itu.

Dari lima alinea tersebut kelihatan, wartawan hadir di tempat kejadian setelah ”semuanya selesai”. Ia hanya bisa mengandalkan keterangan atau informasi dari orang lain seperti saksi mata, polisi, RS Kasih Ibu, RSUD dr Moewardi, dan manajemen SGM. Sayang, ia tak menggunakan dua cara penggalian fakta di luar observasi, yakni wawancara dan ”riset” data, secara maksimal. Hasilnya, ya itu tadi, ketidakjelasan.

Yang lebih parah, subyek di belakang bentuk kata pasif itu, kecuali kata ”dihimpun” pada alinea kelima, secara implisit tidak menunjuk pada wartawan atau media yang memuat berita tetapi orang atau pihak-pihak lain. Kalau ternyata berbagai informasi tersebut tidak benar atau minimal keliru, wartawan bisa lepas tanggung jawab: ”Kemarin di lokasi kejadian disebut-sebut, diketahui, dinyatakan, dikabarkan, diyakini begitu kok....” Oleh siapa? Lha embuh!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima Kasih Atas Komentarnya Ya :)